Langsung ke konten utama

Rusunawa Ku


Padang, 9 Juli 2019
Jika mendengar kata Rusunawa apa sih yang di pikiran teman-teman? mungkin banyak, tapi yang pasti ini adalah rumah subsidi yang diberikan pemerintah. Pada hari ini saya sudah tinggal di Rusunawa kurang lebih selama 6 bulan. Saya pindah kesini tepat akhir januari 2018. Saya memutuskan pindah karena tempat ini lebih murah dari sewa kostan atau kontrakan disekitar kampus walau cukup jauh dari kampus, kurang lebih 10 KM lah. Selain itu saya juga tak punya pilihan lain yang lebih baik dari pada tinggal disini karena saya juga sudah menyelesaikan Studi S1 saya di kota ini. Selayaknya orang baru yang patuh pada aturan dan regulasi, saya  mengajukan permohonan instansi terkait untuk bisa tinggal dirumah bersubsidi ini. alhamdulilah direspon dengan baik tentunya. Saya mengikuti semua aturan dan ketentuan yang telah di atur oleh pemerintah Kota.

Seperti diketahui bahwa rumah yang ada disini terdiri dari 4 lantai yang setiap lantai terdiri dari 20 rumah. Ya jadi ada 80 rumah yang ada disini. Jika dicek mungkin hanya 2/3 yang layak untuk dihuni. Karena memang 1/3 rumah dalam kondisi rusak. Setiap rumah terdiri 2 kamar, 1 kamar mandi, 1 dapur. Listrik dan air bayar sendiri.  Saya sendiri ketika masuk mesti memperbaiki kran air, buat kunci kamar, memperbaiki pintu, ngepel lantai yang udah yang tebalnya kena semen. Minta ampunlah pokoknya. Tapi ya apadikata mesti dilakukan. Tapi bukan itu yang ingin saya ceritakan ada hal menarik tentunya selama saya disini.

 (Pintu Depan)

Disini ada petugas kebersihan dan Ketua Rusunawa yang merupakan sosok yang dituakan. Setiap permasalahan teknis maupun psikis mereka lah yang menangani. cukup cekatan dan berwibawa, tapi sudah cukup untuk kebutuhan pimpinan disini. Dirusunawa ini ada kurang lebi 35 rumah yang diisi. Dengan berbagai profesi mulai dari pedagang kaki lima, lansia, salesman, kuli angkut, Pegawai Negeri sipil, wiraswasta bahkan pengangguran. Saya pikir disini cukup lengkap untuk setiap profesi yang ditekuni oleh masyarakat ekonomi menengah kebawah. 

Jika mau melihat permasalahan yang ada pada masyarakat cukup liat disini maka semuanya ada. Mulai dari masalah kenakalan remaja, narkoba, masalah rumah tangga, kriminal dan lain sebagainya. Tak lain ini adalah permasalahan yang terjadi karena faktor ekonomi. Disisi lain disini juga banyak anak-anak usia sekolah yang merupakan anak-anak dari warga rusunawa ini. Saya perhatikan ada yang tingkat SD sampai tingkat SMA. Harapan besar ada pada mereka untuk hidup lebih baik dari orang tua mereka. Ini lah kenyataan kehidupan yang ada Indonesia, sebuah miniatur sederhana. Disini yang hidup juga dari berbagai etnis baik minang, batak, melayu dan jawa.
 
Ada banyak peluang dan tantangan bagi pemerintah untuk lebih memperhatikan warga yang tinggal dirusunawa. Karena bisa melihat permasalahan yang ada bukan dari sisi fisik bangunan tapi juga sisi lain yang tidak terlihat oleh mata biasa. Menjelang Pilpres dan Pileg tentu banyak para calon pemimpin yang akan menjual programnya. Pertanyaannya apakah ada yang memiliki program khusus untuk warga rusunawa? Saya harap semoga ada, hingga kami disini mendapatkan perhatian lebih dari biasanya. Pertanyaan terakhir apakah ada pemimpin kita yang mau tinggal dan mencoba membaur dengan warga rusunawa walau hanya beberapa hari? Tinggal dirumah yang merupakan programnya sendiri dan melihat permasalahan yang ada.

Terlepas sisi negatif yang menjadi pemikiran orang  tentang Rusunawa, warga disini hidup layaknya manusia, saling mengenal, saling tau dan saling menghormati seperti cerita bhineka tunggal ika. Walau kadang agak ribut-ribut sedikit. Tapi tak apa, itu juga bagian dari hidup. Bagi saya sendiri ini adalah bagian belajar tentang hidup yang tak mudah dan tak gampang. Hidup berdampingan dan saling menyapa jauh lebih indah.

(Rusunawa) 

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jae (dulang emas palangki)

"Jae", suatu kata yang tidak aneh lagi di masyarakat palangki. Jae merupakan alat mencari emas yang berbentuk lingkaran seperti kuali terbuat dari kayu. kegiatan penambangan emas dengan mengunakan jae sudah dilakukan semenjak lama. Tidak diketahui pasti sejak kapan orang palangki menggunakan jae,yang jelas sudah berabad-abad silam. "potret seorang anak yang sedang meletakan jae di atas kepala" sudah menjadi kebiasaan bagi anak-anak umur sekolah dasar, setelah pulang sekolah pergi mendulang emas kesungai untuk mendapat uang jajan yang lebih dan membatu orang tua

Sabulan di Rumah

12/06/2018 Selamat Sore,,, Hari ini memasuki hari ke 27 ramadhan 1439 H. Sudah sebulan saya berada dirumah pasca menyelesaikan studi. Banyak yang bertanya-tanya kenapa saya belom juga bekerja, pertanyaan masyarakat yang memang agak sulit dijawab dengan penjelasan singkat. Sudahlah, saya hanya memilih diam dan tersenyum. (Manakiak di Polak Gota = Menyadap Karet di Kebun) Sebenarnya ada banyak tawaran kerja yang datang ataupun melanjutkan studi S2, tapi saat ini saya memilih berhenti sejenak. Kembali mengevaluasi diri dan merencanakan apa yang harus saya saya lakukan. Tidak banyak yang tau selama 8 tahun, ini lah waktu saya paling lama berada dikampung. Saya memilih menghabiskan waktu bersama keluarga sembari memperbincangkan apa yang menjadi tujuan dan rencana hidup saya selanjutnya. Karena sejatinya hidup ini bukan hanya milik kita sendiri tapi adalah milik orang yang mencintai kita. Saat ini bertepatan dengan bulan ramadhan, dimana saya bisa kembali mengupgrade iman.

Cerita di Tanjung Beringin (Pemberdayaan Komunitas Adat Terpencil).

Pada hari kamis tanggal 17 April 2019 saya berangkat meninggalkan ibukota Jakarta menuju Kota Pontianak Kalimantan Barat. Ketika kebanyakan pemuda sebantaran saya sibuk dengan Pemilu 2019, saya bersama 45 orang pemuda lainnya berangkat menuju pelosok sisi terdalamnya Indonesia. Yah, sebut saja kami meninggalkan kemewahan yang menjadi kebutuhan para milenial. Setelah 2 hari di Pontianak, koordinasi dengan Dinsos Kalimantan Barat saya melanjutkan perjalanan menuju Kota Ketapang. Jaraknya hampir mencapai 530 KM. Katanya sih cukup jauh jika ditempuh dengan  jalur darat dan alhasil saya memutuskan menempuh jalur udara. Sesampai di Ketapang saya dijemput oleh Pak Japani Staf Dinsos Ketapang. S elanjutnya diajak kerumahnya. Rumah itu menjadi rumah kedua yang saya tempati di Kalimantan Barat setelah sebelumnya saya menginap dirumah Bu Eka Kasi KAT Dinsos Kalimantan Barat. Sejenak saya merasakan sebuah kehangatan keluarga baru, saya diterima sebagai seorang anak laki-laki yang baru pulang dari